Prinsip, Strategi, Taktik dan Teknik (Ideologi dan Program)
Oleh : Sutarto*
*Mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta
الخلاصة
تتمنى الأمة الإسلامية السعادة في الدنيا والآخرة، وجاء الإسلام لتسليم أمانة الخلافة في الأرض إلى الناس لأجل تحقيق رحمة للعالمين، ذلك يتطلب من المسلمين الكفاح ليكونوا رائدي التقدم في جميع مجالات الحياة، حتى يقدموا قيم المنفعة للناس مبدأ، استرياتجي، تكتيك رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تزال تكون قبلة الجهاد مع التكيف بالمتغيرات الحاضرة. الدعوة هي إحدى صور الجهاد، تحتاج إلى إعادة النظر في أسلوبها. الدعوة التي تتجه إلى حل قضايا الأمة لا بد من تنفيذها، ولا بد من أن يكون الكفاح وجهة حياة المسلمين.
مفتاح المصطلحات : الإسلام والكفاح.
Abstrak
Umat manusia selalu mendambakan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Islam, hadir memberikan mandat kepada manusia untuk menjadi khalifatullah fil ardh agar dapat mewujudkan ramatan lil ‘alamin. Hal itu diperlukan perjuangan bagi umat Islam untuk menjadi pelopor kemajuan di berbagai bidang kehidupan, sehingga memberi nilai manfaat kepada umat manusia. Prinsip, Strategi, dan Teknik perjuangan pada masa Rasulullah tetap menjadi kiblat perjuangan di samping harus menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Dakwah merupakan salah satu bentuk perjuangan, perlu ditinjau kembali pendekatannya. Dakwah yang berorientasi untuk memecahkan permasalahan umat harus segera dilaksanakan. Oleh karena itu umat Islam harus berpandangan bahwa hidup adalah perjuangan.
Kata Kunci : Islam, Perjuangan
I. Pendahuluan
Islam merupakan sistem hidup yang mengatur kehidupan secara universal. Bukan hanya mengatur satu bagian dari hidup tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik pribadi maupun sosial, masa dulu, kini dan yang akan datang.
Islam sebagai agama yang sempurna (QS 5 : 3) dan tinggi tiada yang menandinginya. Ini bukan berarti umat Islam menjadi pasif karena semua sudah ada di tangan Allah SWT, akan tetapi Islam harus diamalkan ajarannya dan diperjuangkan kebesarannya.
Sejak Muhammad SAW diangkat menjadi Rosulullah terbukti dalam hidupnya hanya diperjuangkan untuk Islam. Para sahabat sebagai pendukung Rosulullah telah mendapat didikan untuk menjadi pejuang-pejuang Islam. Mereka telah mengorbankan segala yang dimiliki untuk kepentingan di jalan Allah. Di situlah orang-orang Islam diuji oleh Allah apakah termasuk orang-orang yang berjihad dan sabar atau bahkan ragu-ragu terhadap Islam. Firman Allah SWT:
Artinya:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar”.
Di masa kenabian, perjuangan untuk menegakkan Islam dan mengangkat kejayaan umat Islam terus dilakukan dalam upaya menyampaikan risalah Ilahiah dan menyeru kepada manusia akan datangnya dua balasan bagi mereka yaitu al Jannah, bagi yang menerima da’wah Rosulullah, sebaliknya azab jahannam bagi yang mengingkarinya Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Dan tidaklah Kami mengutus para rosul itu, melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan.”
Penyampaian risalah Ilahiah atau yang lebih dikenal dengan dakwah bukan hanya menjadi tugas rosul, akan tetapi juga merupakan tugas para pengikut Rasulullah SAW. Selanjutnya yang menjadi masalah adalah siapkah ummat Islam sekarang berjuang mengangkat kejayaan Islam? Atau bahkan melalaikan perjuangan karena terseret arus kehidupan yang lebih mementingkan materi. Seandainya sudah siap, apa dan bagaimana prinsip, strategi, taktik dan teknik (ideologi dan program) dalam berjuang sehingga dapat mencapai tujuan secara optimal yakni terciptanya suatu masyarakat dengan tatanan kehidupan yang adil, manusiawi, damai dan sejahtera di bawah naungan ridla Allah SWT.
II. Perjuangan Menegakkan Islam pada Masa Kenabian
Pada mulanya Rasulullah berda’wah secara diam-diam kepada keluarga dan rekan-rekannya, sehingga belasan orang masuk Islam. Selanjutnya turunlah perintah kepada Nabi untuk berdakwah secara terbuka. Mulai saat itulah Rosulullah menyeru kepada segenap lapisan masyarakat di Mekkah dan sekitarnya baik kepada bangsawan maupun hamba sahaya. Hasilnya makin hari makin terlihat bertambahnya orang-orang masuk Islam terutama dari kaum wanita, budak, pekerja dan orang-orang miskin.
Dalam berdakwah secara kronologis yang ditanamkan oleh Rasulullah adalah kepercayaan terhadap monotheisme, keadilan sosial-ekonomi, dan hari pengadilan atau pertanggungjawaban akhir perbuatan manusia.[5]
Semakin bertambahnya pengikut Rasulullah maka orang-orang Quraisy melakukan aksi dengan menentang dakwahnya. Menurut Badri Yatim mengutip pendapat Ahmad Syalabi bahwa ada 5 faktor yang mendorong orang-orang Quraisy menentang seruan Islam yaitu:
(1) Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
(2) Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
(3) Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kembali dan pembalasan di akhirat.
(4) Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab.
(5) Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.[6]
Selama 13 tahun Rasulullah SAW di Makkah menghadapi tantangan dari orang-orang kafir Quraisy yang berupa fitrah, teror, bujuk rayu maupun pemboikotan. Namun semua itu dihadapi oleh Rasulullah dan pengikutnya dengan tabah. Para pengikutnya walaupun sedikit jumlahnya tetapi memiliki jiwa dan semangat yang kuat dalam mempertahankan agamanya.
Ketika da’wah dan perjuangan Rosulullah mengalami jalan buntu maka dipilihlah kota Yatsrib (Madinah) sebagai tempat yang diperhitungkan dapat menerima misi perjuangannya.
III. Perjuangan Membentuk Daulah Islamiyah
Pada waktu Rosullah tiba di Madinah, beliau diangkat sebagai kepala agama dan kepala negara. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara. Strategi apakah yang diterapkan Rasulullah di Madinah? Rosulullah meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat yakni:
(1) Membangun masjid sebagai tempat shalat berjamaah dan sebagai sarana mempersatukan ummat maupun untuk bermusyarawah.
(2) Mempersaudarakan golongan Muhajirin dan Anshar dalam satu ikatan persaudaraan dan kekeluargaan.
(3) Membina persahabatan dengan pihak-pihak non Islam di Madinah seperti golongan masyarakat Yahudi maupun orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyangnya melalui perjanjian (Konstitusi Madinah) [7]
(4) Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam. Hal ini disebabkan pada saat di Madinah turun wahyu Ilahi yang mengandung perintah zakat, berpuasa dan hukum-hukum yang bertalian dengan pelanggaran dan pelarangan, pidana dan lain-lain;[8]
Sungguh, suatu prestasi yang luar biasa di mana umat Islam waktu itu mampu menggalang kerjasama demi keamanan bersama orang-orang Yahudi dengan didasari kebebasan beragama. Adapun Nabi mendapat otonomi untuk memutuskan dan mengadili perselisihan-perselisihan di antara mereka.
Dengan terbentuknya negara Islam Madinah maka Islam semakin berkembang. Hal ini membuat musuh-musuh Islam terutama orang-orang kafir Quraisy Mekkah semakin risau. Untuk mengantisipasi gerakan musuh maka Nabi menerapkan siasat (taktik) membentuk pasukan tentara. Pada waktu itu umat Islam di ijinkan berperang dengan dua alasan yaitu untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya dan untuk menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankan dari orang-orang yang menghalang-halanginya.[9]
Berawal dari Perang Badar (2 H) dimana umat Islam meraih kemenangan akan tetapi orang-orang Yahudi Madinah merasa tidak senang karena dalam menerima Perjanjian Madinah tidak sepenuh hati. Perang Badar ini memiliki arti penting, seperti yang ditulis oleh Syed Mahmudunnasir mengutip pendapat Philiph K. Hitti bahwa perang ini meletakkan dasar bagi kekuasaan duniawi Nabi Muhammad. Islam memperoleh kemenangan militernya yang pertama. Semangat kedisiplinan dan semangat jihad yang diwujudkan dalam peperangan Islam yang pertama ini membuktikan ciri khasnya di dalam semua penaklukkan selanjutnya dan yang lebih besar. Setelah perang Badar Islam disahkan menjadi sesuatu yang lebih daripada suatu agama negara, dan ia [Islam] sendiri menjadi negara.[10]
Pada tahun 3 H terjadi Perang Uhud (3 H) di mana umat Islam mengalami kekalahan karena tergoda harta peninggalan musuh. Selanjutnya perang-perang berikutnya banyak terjadi dalam rangka mempertahankan diri dari serangan musuh.
Suatu fenomena yang luar biasa terbukti dalam sejarah, Nabi dapat menarik Mekkah masuk Islam diawali dengan strategi diplomasi melalui Perjanjian Hudaibiyah (6 H), yang kemudian pada tahap berikutnya adalah menguasai Mekkah. Ada dua faktor yang mendorong umat Islam untuk menguasai Mekkah yakni:
Pertama, Mekkah sebagai pusat keagamaan bangsa Arab, dan melalui konsulidasi bangsa Arab dalam Islam, Islam dapat tersebar keluar.
Kedua, apabila suku Nabi sendiri dapat diislamkan, Islam akan memperoleh dukungan kuat karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh besar.[11]
Strategi Nabi mengambil alih kota Mekkah ini memang merupakan target utama untuk dijadikan pangkalan penyebaran islam. Suatu peristiwa pembebasan tanpa melalui pertumpahan darah yakni peristiwa Fathu Makkah (QS. 110: 1-3) untuk kemudian dari kota ini Islam disebarluaskan ke daerah-daerah lainnya.
Suatu strategi perjuangan Nabi Muhammad SAW yang lain adalah mengirimkan surat-surat kepada Raja Ethiopia, Muqauqis (Gubernur Mesir), dan kaisar-kaisar Byzantium serta Persia yang berisi undangan kepada mereka agar masuk Islam.[12] Dari strategi ini rupa-rupanya Nabi menginginkan Islam berkembang ke luar Arabia dan melihat bahwa melobi pada penguasa merupakan strategi yang efektif dan wajar.
Di akhir perjuangan Rasulullah, masyarakat Islam sudah tercipta suatu kondisi persaudaraan dengan ikatan akidah yang mengganti prinsip ikatan darah dan kesukuan.
Dalam khotbahnya pada haji wada’ Rasulullah menyampaikan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam yakni kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan dan solidaritas[13]
Dengan demikian kehadiran Islam yang diperjuangkan oleh Rasulullah beserta para sahabat benar-benar mengangkat harkat dan martabat manusia pada saat itu. Mereka yang semula bertuhan berhala akhirnya menyembah Allah SWT, keadilan sosial ekonomi ditegakkan, orang yang lemah mendapat perlindungan dan sebagainya. Jadi perjuangan dalam Islam bukan untuk merampas kemerdekaan orang lain, bukan untuk kepentingan ummat Islam sendiri akan tetapi untuk mewujudkan suatu tatanan kehidupan yang lebih realistis, adil, manusiawi dan lain-lain yang semuanya untuk kemaslahatan ummat.
Sejarah telah membuktikan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dengan terbentuknya negara Islam Madinah maka terbentuklah sistem dan kaidah-kaidah hidup manusia sesuai dengan pemikiran baru dan masyarakat senantiasa berpikir sesuai dakwah yang dilakukan belau. Bangsa-bangsa di Jazirah Arab setelah menyaksikan hasil-hasil praktis dengan mata kepala mereka sendiri akhirnya masuk Islam. Mereka menyadari bahwa ternyata Islam merupakan jalan keselamatan yang diperjuangkan oleh seorang hamba yang taat dan tanpa pamrih duniawi.
IV. Bagaimana Ummat Islam Sekarang Berjuang?
Uraian singkat di atas merupakan perjalanan hidup Rasulullah SAW dalam berjuang menegakkan Islam. Memahami perjuangan beliau bukan sekedar menjadi a historis, tetapi harus menjadikan umat Islam berpikir historis. Dengan berpikir historis berarti makna perjuangan Rasulullah harus diterapkan umat Islam di masa sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu berjuang (berjihad) di jalan Allah tentunya menjadi tugas pokok dan profesi utama setiap muslim yang berlangsung sepanjang jaman. Harapan akan memperoleh imbalan yang pantas tentunya memberi motivasi kepada pejuang-pejuang Islam. Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”.
Di ayat lain Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Ayat-ayat di atas merupakan motivasi bagi umat Islam agar tetap berjuang menegakkan agama Allah. Dalam pembahasan ini penulis fokuskan pada perjuangan (Jihad) dalam bentuk dakwah. Hal ini sesuai dengan pengertian jihad, salah satu di antaranya adalah memberantas yang batil dan menegakkan yang hak. Apa dan bagaimana prinsip, strategi, taktik dan teknik (ideologi dan program) dalam berdakwah?
1. Prinsip-prinsip berdakwah
Setiap kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis akidah, syari’at dan akhlak Islamiyah merupakan dakwah. Tujuan dakwah adalah untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhoi Allah SWT, dengan menyampaikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dengan melalui da’wah itulah diharapkan dapat terbentuk suatu masyarakat yang mempunyai pandangan hidup Islam dimana masyarakat ini mempunyai karakter tersendiri. Islam mendasarkan masyarakatnya pada persatuan keyakinan sendiri, sebagai ganti persatuan yang rendah dan berdasarkan ras dan warna, bahasa dan negara, kepentingan regional dan nasional.[16]
Jadi menurut Sayyid Qutub, masyarakat Islam merupakan masyarakat terbuka yang mencakup semua ras, bangsa, bahasa dan warna yang jauh dari politik ras diskriminasi (rasialisme).
Islam kemudian merupakan satu-satunya pandangan hidup paling baik. Islam menghasilkan karakter-karakter manusia termulia. Islam menggunakan dan mengembangkan pandangan hidup untuk membangun masyarakat manusia. Sehingga sampai sekarang Islam tetap unik. Mereka yang menyimpang dari sistem Islam dan menginginkan yang lainnya, baik sistem berlandaskan kebangsaan, warna dan ras, perjuangan kelas maupun teori-teori yang lain merupakan musuh bagi umat manusia.[17]
Ketentuan dasar dan tatacara penyampaian dakwah telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat dengan berpedoman pada Q.S. An Nahl: 125 yakni dengan metode al-hikmah, al mau’ziah al-hasanah dan al-mujadalah bi al – lati hiya ahsan. Dakwah bi al-hikmah berarti penyampaian secara benar serta mendalam orang atau masyarakat yang menjadi sasarannya. Dakwah bi al – mau’izah hasanah berarti yang baik, seperti dengan nasihat, pengajaran dan teladan yang baik. Sedangkan dakwah mujadalah bi al lati hiya ahsan adalah bertukar pikiran dengan cara-cara yang terbaik sesuai dengan kondisi orang atau masyarakat. Di samping itu Rasulullah juga berda’wah melalui perbuatan nyata (dakwah bi al hal).[18]
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam bukunya Tiga Landasan Utama menyebutkan bahwa umat Islam wajib mendalami empat masalah yaitu :
(1) Ilmu, ialah mengenal Allah, mengenal Nabinya dan agama Islam berdasarkan dalil-dalil.
(2) Amal, menerapkan ilmu ini.
(3) Dakwah, ialah mengajak orang lain kepada ilmu ini.
(4) Sabar, ialah tabah dan tangguh menghadapi segala rintangan dalam menuntut ilmu, mengamalkannya dan berdakwah kepadanya.[19]
Oleh karena itu empat masalah tersebut di atas saling berkaitan satu dengan yang lain. Hanya saja menurut Iman al Bukhari [20] seperti yang dikutip Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwa masalah ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan. Firman Allah SWT:
Artinya:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu…”
Dakwah yang merupakan tugas umat Islam sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dengan mengajak orang lain untuk mengenal Allah SWT, mengenal Nabi Muhammad SAW, dan mengenal Islam kemudian untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengenal Allah SWT melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui ciptaan-Nya. Di sinilah pengenalan tauhid agar manusia hanya beribadah kepada Allah SWT dengan menolak segala bentuk kemusyrikan, di mana perbuatan ini tidak diampuni Allah SWT (QS. 4: 48, 116).
Mengenal Nabi Muhammad SAW dengan segala perjuangannya perlu dipahami oleh umat Islam. Beliau diutus Allah untuk menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. Dengan dasar QS. Al Mudatstsir: 1 – 7, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengartikan bahwa menyampaikan peringatan adalah menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. Sedangkan “Agungkanlah Tuhanmu” berarti mengagungkan Tuhan dengan berserah diri dan beribadah kepada-Nya semata-mata.[22] Penyampaian tauhid kepada umatnya selama 10 tahun di Mekkah selanjutnya menerima perintah sholat dan beliau sholat di Mekkah selama 3 tahun. Setelah itu Rasulullah hijrah ke Madinah. Disanalah Rasulullah menerima syari’at-syari’at untuk disampaikan kepada ummatnya antara lain zakat, puasa, haji, adzan, amar ma’ruf dan nahi mungkar serta syari’at-syariat Islam lainnya.[23]
Sedangkan berikutnya adalah mengenal Islam dengan ketiga tingkatannya yakni Islam, Iman dan Ihsan untuk diamalkan rukun-rukunnya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Strategi Berdakwah
Dakwah yang merupakan salah satu bentuk perjuangan umat Islam pada masa kenabian, sahabat dan sampai sekarang maupun yang akan datang hendaknya disertai dengan strategi yang jitu sesuai dengan perkembangan jaman. Putrama Alkhairi[24] mencoba menganalisis strategi dakwah Kuntowijoyo sebagai berikut:
Menurut Kunto strategi dakwah harus dikaitkan dengan masyarakat yang makin modern dengan melakukan pemahaman dan penyegaran kembali pengertian dakwah. Untuk itu ada dua pendekatan dalam rangka penyegaran kembali pengertian dakwah dan sekaligus merupakan upaya validasi dakwah sebagai upaya kolektif umat Islam dalam melakukan proses transformasi masyarakat menuju cita-cita Islam.
Pertama, dakwah sebagai penyampaian pesan kebenaran dalam dimensi kerisalahan. Kedua, dimensi kerahmatan bagi seluruh alam.
Selanjutnya menurut Kuntowijoyo bahwa dakwah dapat diformulasikan sebagai proses interaksi kaum muslimin dengan umat manusia dengan strategi multi – dialogis. Di mana interaksi ini bertujuan mengenalkan nilai-nilai Islam dan konsep-konsep Islam yang operasional dan mengupayakan realisasinya dalam kehidupan umat manusia. Untuk berlangsungnya interaksi tersebut maka pesan dakwah dapat menggunakan dua jalur dialog dakwah yaitu dialog dakwah pada masyarakat kota dan dialog dakwah pada masyarakat desa.
Dialog dakwah pada masyarakat kota menurut Kunto dilakukan melalui upaya bagaimana memajukan sufisme dalam pendekatan dakwah untuk memberi jalan tumbuhnya psikologi Islami. Hal ini untuk menandingi derasnya aliran kebatinan atau aliran kepercayaan yang menjadikan orang kota merasa hilang di tengah-tengah dunia modern dan di tengah era industrialisasi dan informasi.
Sedangkan dialog dakwah pada masyarakat desa, masih menurut Kunto dilakukan dengan pendekatan etis, yakni mencoba merangsang masyarakat untuk maju dan bersedia menilai mana yang tidak baik kemudian dihilangkan serta mencoba membangun sesuatu yang baik. Dalam masalah transformasi sosial budaya di desa, dengan dakwah berusaha mengubah kondisi masyarakat yang sebelumnya menyembah Allah beserta sesembahan lainnya kepada tauhid yang murni. Dari suasana miskin ke kehidupan yang lebih berharkat dan berharga diri. Dari yang timpang sosial ekonomi ke arah keadilan sosial. Jadi dakwah di sini berarti merupakan proses dalam rangka memfasilitasi terwujudnya bangunan-bangunan sosial di mana Islam memihak kepada nilai-nilai tersebut.
Quraish Shihab dalam menyoroti strategi dakwah senada dengan gagasan Kuntowijoyo yakni strategi dakwah untuk masyarakat perkotaan dan masyarakat pinggiran dan pedesaan. Menurut pendapatnya bawah dakwah di perkotaan harus didukung uraian-uraian ilmiah dan logis serta menyentuh hati dan menyejukkannya. Sebab masyarakat perkotaan banyak terdiri dari ilmuwan dari berbagai disiplin serta usahawan-usahawan yang sukses sekaligus haus ketenangan batin. Sedangkan dakwah untuk masyarakat pinggiran dan pedesaan dengan dakwah bil hal atau “dakwah pembangunan”, sebab masyarakat ini perlu mendapat sentuhan bidang-bidang kehidupan yang nyata khususnya bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat.[25]
Gagasan strategi dakwah di Indonesia juga pernah ditulis oleh Abdul Munir Mulkhan, antara lain sebagai berikut:
(1) Peninjauan kembali pendekatan dakwah dengan upaya sentral perencanaan dakwah yang lebih berorientasi pada pemecahan masalah yang dihadapi umat.
(2) Pergeseran medan dakwah (model komunikasi dakwah) konversional, yaitu tabligh dalam makna sempit menjadi dakwah yang “multi-dialog” (dialog amal, dialog seni, dialog intelektual, dialog budaya).
(3) Melakukan pendekatan positif konstruktif terhadap obyek dakwah yang “abangan”, dengan menghilangkan “jarak” psikologis maupun budaya yang ada.
(4) Mengembangkan sistem informasi yang mampu menjangkau umat secara luas dan menumbuhkan komunikasi yang efektif.[26]
Dari uraian di atas terdapat persamaan strategi dakwah antara gagasan Kuntowijoyo dengan yang ditulis Abdul Munir Mulkhan. Hanya saja gagasan-gagasan dakwah tentunya harus muncul terus secara kreatif sesuai dengan perkembangan jaman dimana umat Islam harus dapat berperan positif dan kreatif di semua bidang kehidupan. Dengan demikian pada da’i dan pemikir-pemikir Islam dalam berdakwah berkewajiban menggarap masalah-masalah yang dihadapi ummat. Pandangan, pikiran, dan hati mereka diupayakan dapat berperan memikul sebagian beban keprihatinan ummat.
Menurut Yusuf Qordhowi, ada beberapa masalah yang menjadi keprihatinan yang melanda Dunia Arab dan Islam antara lain:
(1) Ketertinggalan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban.
(2) Ketimpangan sosial dan ekonomi.
(3) Kediktatoran dan kesewenang-wenangan politik.
(4) Pembaratan dan ghazwul fikri.
(5) Permusuhan dan pendudukan zionisme.
(6) Perpecahan dan persengketaan di Dunia Arab dan Islam.
(7) Dekadensi Moral.[27]
Dengan semakin kompleknya masalah yang dihadapi ummat maka diperlukan strategi dakwah guna membangun kekuatan Islam di masa sekarang maupun yang akan datang, di samping itu diperlukan upaya membangun “ideologi” umat dan program pembaharuan pemikiran.
3. Taktik dan Teknik (Ideologi dan Program) dakwah.
3.1.Membangun Ideologi Umat Islam
Dengan semakin meluasnya gerakan dakwah, tema-tema prinsip rahmatan lil ‘alamin (kerahmatan bagi seluruh alam) semakin meluas di berbagai pembicaraan antara aktifis gerakan Islam. Dengan tema ini maka dikemukakan suatu konsep untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan ummat dan bangsa.
Untuk meningkatkan kesejahteraan ummat maka upaya memodernisasi gerakan dakwah dengan memanfaatkan teknologi dan cara berpikir modern. Oleh karena itu membangun ideologi baru santri akan berhubungan dengan usaha-usaha dakwah dan peningkatan kualitas kesejahteraan ekonomi ummat dan bangsa.[28]
Manusia dengan jiwa tauhid akan selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui perjuangan. Gerakan perjuangan ini dilakukan terus menerus dan terencana dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya alam dengan memanfaatkan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu potensi-potensi dasar pemikiran manusia yang berujud akal fikiran dan akal budi dapat dimanfaatkan untuk metode ijtihad dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah.
Dengan perkembangan dan perubahan kehidupan masyarakat dan iptek, perlu dikembangkan ijtihad secara jama’i yang dilakukan secara interdisiplin ilmu yaitu kerjasama para ahli sesuai dengan spesifikasi ilmu masing-masing dalam menetapkan pemahaman atas suatu masalah. Ijtihad jama’i merupakan jawaban dan antisipasi serta pemecahan masalah secara langsung atas munculnya berbagai persoalan kehidupan manusia dan masyarakat yang semakin komplek.[29]
Dengan demikian perjuangan untuk mengoptimalkan potensi-potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam dan jasa serta metodologi iptek dalam rangka menuju kehidupan masyarakat yang berkeadilan dan berkemakmuran perlu ditanamkan kepada umat Islam. Umat Islam ditantang untuk menguasai berbagai bidang ilmu dalam menghadapi dunia yang semakin komplek dengan permasalahan. Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada umatnya agar menguasai ilmu guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu membangun ideologi umat Islam agar berijtihad dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat perlu ditekankan dalam berda’wah.
3.2.Program Pembaharuan Pemikiran
3.2.1. Bidang Sosial ekonomi
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah periode pertama (750 – 847 M) peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya. Islam pada waktu telah membuktikan sebagai agama yang memperkenalkan sistem pengetahuan rasional ke dunia Barat. Islamlah yang membawa rasionalisme dan cara berpikir empiris ke dunia Barat yang akhirnya Barat tumbuh menjadi peradaban besar. Mengenang kejayaan Islam pada masa lampau tidak cukup dengan rasa bangga karena pernah ditulis dalam lembaran sejarah. Namun yang paling penting adalah bagaimana ummat Islam sekarang dan masa yang akan datang dapat memimpin kembali peradaban dunia.
Untuk memerankan kembali misi dan cita-cita rasionalisme empirisme Islam dalam kehidupan aktual seperti yang pernah diujudkan oleh ummat Islam pada masa silam, maka perlu memiliki program pembaharuan antara lain:
Pertama, perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di dalam Al Qur’an.[30]
Misalnya ketika memahami sebuah ayat :
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
Penasiran individual dari ayat di atas sering timbul sikap mengutuk orang-orang kaya yang hidup berfoya-foya. Sebenarnya yang paling penting adalah penafsiran yang dikembangkan untuk menemukan sebab-sebab struktural gejala hidup berlebih-lebihan. Hal ini mungkin disebabkan adanya konsentrasi modal dan sikap keserakahan. Gaya hidup inilah yang kita rombak agar tidak memungkinkan terjadinya gaya hidup mewah yang sangat dilaknat al Qur’an. Dengan demikian Islam mampu membawa perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Kedua, mengubah cara berpikir subyektif ke cara berfikir obyektif, misalnya tentang ketentuan zakat secara subyektif bertujuan “membersihkan” harta dan jiwa kita (QS. At – Taubah/ 9 : 103), akan tetapi secara obyektif, Zakat bertujuan meningkatkan kesejahteraan sosial.[32]
Begitu pula apabila kita berbicara masalah riba (QS. 2 : 275) secara aktual hendaknya ummat Islam mengembangkan bentuk bank yang tidak menggunakan rente dan membantu pemulihan modal bagi masyarakat ekonomi lemah.
Bentuk bank dengan metode Islami yakni dengan sistem mudlarabah (bagi hasil) lebih menjanjikan keuntungan lebih banyak. [33] walaupun kehadirannya masih perlu dibenahi terutama harus lebih mampu mengatasi pengangguran dan mengurangi kemiskinan. Dengan sistem syariah yang dilandasi keadilan diharapkan dapat mengurangi kesenjangan ekonomi. Apabila hal ini dapat diwujudkan maka kehadirannya akan merupakan bentuk dakwah yang langsung menyentuh realita masyarakat.
Ketiga, mengubah bentuk pemahaman yang a-historis menjadi historis. Menurut Kuntowijoyo, selama ini pemahaman terhadap kisah-kisah dalam al – Qur’an cenderung bersifat a historis. Padahal al Qur’an menceritakan kisah-kisah itu agar kita berfikir historis. Misalnya kisah tentang bangsa Israel yang tertindas Fir’aun sering hanya kita fahami pada kontek zaman itu. Padahal sebenarnya kaum yang tertindas (mustadh’afin) selalu ada sepanjang zaman.[34]
Dengan pemahaman yang historis, tentunya ummat Islam harus mempunyai pandangan yang jelas siapakah golongan-golongan yang tertindas dalam sistem sosial ekonomi maupun politik sekarang ini yang selanjutnya berusaha membantu mencari penyelesaiannya.
3.2.2. Bidang Politik
Sementara ini ada seorang muslim besikap masa bodoh terhadap masalah politik. Hal ini kalau kita ikuti maka akan melahirkan generasi pengecut, lemah dan pasrah tanpa ikhtiar serta inisiatif.[35]
Rasulullah beserta para sahabat ketika di Mekkah juga terjadi pergolakan akidah dan adu argumentasi antar akaum muslimin dengan kamu musyrikin. Banyak di antara para sahabat waktu itu mendapat tekanan dan siksaan dari kaum musyrikin seperti Bilal, Ammar, Suhaib dan lain-lain. Walaupun waktu itu ummat Islam bersikap sabar akan tetapi bukan berarti pasif. Sebab mereka berusaha mendobrak kejahiliyahan dan menunjukkan kekeliruan orang kafir. Sehingga pada waktu itu Rasulullah beserta para sahabat menerapkan jihad politik.[36]
Di Indonesia seringkali muncul permasalahan menyangkut konsep politik di bidang pemerintahan dan kenegaraan, terutama kaitannya dengan “konsep negara dalam Islam” yakni konsep negara Islam dan Pancasila. Tetapi di balik itu bergolak suatu gagasan bagaimana mendamaikan cita Islam yang universal dan cita kebangsaan.[37]
Dengan pengalaman-pengalaman sejarah di negaranya masing-masing maka umat Islam hendaknya dapat mengambil peran di bidang politik. Secara politis, ummat Islam di Indonesia akan menjadi faktor stabilitas nasional yang diperlakukan dalam pembangunan ekonomi yang sedang menjadi prioritas dalam agenda bangsa sekarang ini.[38]
Banyaknya persoalan umat yang harus digarap, maka Yusuf Qardhawi membagi prioritas gerakan umat Islam menjadi 7 bagian yaitu pendidikan, politik, sosial, ekonomi, jihad, dakwah dan media massa, pemikiran dan keilmuan.[39]
Sayyid Qutub pernah mengajukan gagasan bahwa gerakan Islam (dakwah) harus dimulai dari dasar, dengan lebih dahulu menghidupkan pengertian akidah Islam dalam hati dan akal mereka, mendidik orang-orang yang mau menerima ajakan dan pengertian-pengertian yang benar ini dengan pendidikan yang benar. Gerakan ini juga tidak boleh menyia-nyiakan waktu dalam masalah-masalah politik yang sedang berlangsung, dan tidak memaksakan diberlakukannya undang-undang Islam dengan melakukan kudeta terhadap pemerintah, sebelum masyarakat yang telah mengerti ajaran itu sendiri menuntut diberlakukannya undang-undang Islam. Sambil melanjutkan program pendidikan tersebut, mereka memelihara gerakan ini terhadap serangan-serangan dari luar. Selanjutnya menurut Sayyid Qutub bahwa menerapkan undang-undang Islam dan memerintah dengan syariat Allah bukan merupakan tujuan yang cepat dicapai, dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan merombak lebih dahulu masyarakat itu sendiri atau sejumlah orang yang memiliki kedudukan penting dalam kehidupan sosial.[40]
Jadi program pembaharuan pemikiran dalam bidang politik yang perlu mendapat perhatian juga adalah bagaimana ummat Islam melihat situasi dan kondisi suatu pemerintahan yang kemudian dapat menerapkan langkah yang tepat. Hal ini juga merupakan bagian dari perjuangan untuk kemaslahatan ummat. Tentunya hal ini belum dapat tercapai jika ummat Islam sendiri belum menjadikan Islam sebagai satu-satunya pandangan hidup (worldview).
3.2.3. Bidang Budaya
Jalaluddin Rakhmat mengutip pendapat John Naisbitt dan Patricia Aburdene bahwa pada abad XXI ada kecenderungan umat manusia memiliki persaman gaya hidup dan akan terjadi globalisasi dalam 3F, yaitu food (makanan), fashion (mode), dan fun (hiburan).[41]
Di era global ini orang dengan mudah untuk mendapatkan dan menikmati makanan-makanan dari luar negeri baik yang halal maupun yang haram. Oleh karena itu ummat Islam mendapat tantangan komposisi kimiawi makanan.[42] Disinilah ummat Islam dan para juru dakwah khususnya harus dapat berperan melindungi konsumen selain dari bahaya keracunan juga mencegah pelanggaran syariat. Disitulah harus ditentukan makanan-makanan yang halal dan baik (halalan thoyyiban).[43]
Begitu pula dalam hal mode pakaian mudah di akses melalui teknologi informasi yang cepat sehingga ummat Islam mendapat tantangan untuk memilih pakaian-pakaian yang sesuai dengan tuntunan Islam. Disinilah dalam berdakwah diperlukan kreatifitas dari para juru dakwah untuk bekerjasama dengan para perancang mode untuk mempopulerkan busana-busana muslim.
Dalam hal hiburan yang sekarang ini berkembang baik berupa film maupun musik sudah merupakan bisnis internasional. Melalui tayangan-tayangan televisi yang mudah dinikmati maka budaya-budaya luar negeri akan sangat mempengaruhi para pemirsanya. Negara-negara yang maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologilah yang paling mendominasi kegiatan ini. Hal ini merupakan tantangan ummat Islam dalam berdakwah. Oleh karena itu tinggal Bagaimana ummat Islam berdakwah dengan memanfaatkan teknologi modern.
3.2.4. Bidang Pendidikan
Jalaluddin Rakhmat mengutip pendapat Dr. Muhammad Javad as. Sahlani bahwa pendidikan Islam sebagai “proses mendekatkan manusia kepada tingkat kesempurnaan dan mengembangkan kemampuannya.”[44] Oleh karena itu prinsip-prinsip dakwah Islam dalam pendidikan didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an.
Adapun prinsip-prinsip dakwah Islam dalam pendidikan menurut Jalaluddin Rakhmat[45], ada 3 yaitu :
1) Dakwah Islam yang dilakukan lembaga-lembaga pendidikan harus membantu proses pencapaian tingkat kesempurnaan manusia yakni mencapai ketinggian iman dan ilmu (QS. Al-Mujaadilah/ 58 : 11). Oleh karena itu pendidikan Islam harus diarahkan untuk mengemb angkan imam sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Jadi yang menjadi perhatian umat terutama dalam hal kualitas.
2) Rasulullah SAW sebagai Uswatun Hasana, (QS.33:21), maka harus dijadikan model orang yang paling sempurna. Oleh karena itu dalam pendidikan harus menanamkan kecintaan dan perasaan takzim terhadapnya.
3) Dakwah Islam dalam pendidikan harus ditujukan membangkitkan potensi-potensi dasar manusia yang baik (QS. al-Hijr : 29, shad : 72).
Sedangkan bentuk-bentuk dakwah dalam bidang Pendidikan menurut Jalaluddin Rakhmat[46] yang merujuk pada QS. 3 : 164, QS. 2 : 129, dan QS. 62 : 2 terdiri dari 4 bentuk yaitu tilawah (membacakan ayat-ayat Allah), tazkiyahi (menyucikan diri mereka), ta’lim (melepaskan beban dan belenggu-belenggu).
Secara nyata, oleh Jalaluddin bentuk-bentuk dakwah di bidang pendidikan dapat dibuat tabel sebagai berikut :
Bentuk | Tujuan | Indikator | Contoh-Contoh Kegiatn |
Tilawah | - Memandang fenomena alam sebagai ayat Allah - Mempunyai keyakinan bahwa semua ciptaan Allah mempunyai keteraturan yang bersumber pada Rabbul’Alamin. - Memandang bahwa segala yang ada tidak diciptakan-Nya sia-sia | Tafakur Dan Zikir | - Pembentukan kelompok ilmiah bimbingan ahli - Kompetisi ilmiah dengan landasan akhlak Islam - Kegiatan-kegiatan ilmiah: penelitian, pengkajian, seminar dan sebagainya. |
Tazkiyah | - Memelihara kebersihan diri dan lingkungannya - Memelihara dan mengembangkan akhlak yang baik - Menolak dan menjauhi akhlak tercela - Berperanserta dalam memelihara kesucian lingkungannya (amar ma’ruf nahi munkar) | Penyucian diri secara fisik dan ruhaniah Penyucian lingkungan fisik dan sosial | - Gerakan kebersihan - Kelompok-kelompok usrah - Riyadhah keagamaan - Ceramah, tabligh - Pemeliharaan syiar Islam - Kepemimpinan terbuka - Terladan Pendidik - Pengembangan Kontrol Sosial |
Ta’lim | - Membaca, memahami dan merenungkan al-Qur’an - Membaca, memahami, dan merenungkan as-Sunnah sebagai keterangan atas al-Qur’an - Memiliki bukan saja fakta, tetapi juga makna di balik fakta, sehingga dapat menafsirkan informasi secara kreatif dan produktif | Al-Kitab | - Pelajaran membaca Al-Qur’an - Diskusi tentang al-Qur’an di bawah bimbingan ahli al-Qur’an - Mentoring pengkajian atas Islam. - Kelompok diskusi - Kegiatan pembacan literatur Islam - Lomba Kreativitas |
Ishlah | - Memiliki kepekaan terhadap penderitaan orang lain - Sanggup menganalisis kepincangan-kepincangan sosial di sekitarnya - Merasa terpanggil untuk membantu kelompok yang lemah - Memiliki komitmen untuk senantiasa memihak si tertindas melawan penindas - Berupaya selalu untuk menjembatani perbedaan paham, dan memelihara ukhuwah Islamiah | | - Kunjungan ke kelompok dhu’afa. - Kampanye amal saleh kebiasaan bersedekah - Proyek-proyek sosial - Dan sebagainya. |
Jadi dalam berdakwah diperlukan kreatifitas dalam menentukan program-programnya. Berdakwah harus mampu melakukan tindakan terapi (penyembuhan) terhadap ‘penyakit’ ummat, [47] nilam sekedar memberikan wawasan keislaman yang bersifat kognitif (pengetahuan) tetapi harus dapat membantu dan membimbing ummat memahami artinya menghadapi realita yang sedang berkembang.
Demikanlah di dalam Islam bahwa perjuangan merupakan suatu aktifitas yang pokok (asasi) dan perjuangan itu sendiri hendaknya berasaskan Islam, sehingga Allah SWT memberikan peringatan keras kepada manusia yang lebih mencintai dunia daripada mencintai Allah, Rasul-nya dan berjuang di jalan-Nya. Firman Allah SWT:
Artinya:
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.
V. Kesimpulan dan Saran
1. Islam merupakan sistem hidup yang mengatur kehidupan secara universal yakni seluruh aspek kehidupan masyarakat. Keberadaan agama ini dalam sejarah ternyata harus diperjuangkan oleh Rasulullah SAW beserta pengikutnya.
2. Perjuangan dalam menegakkan Islam pada jaman Rasulullah SAW dilandasi prinsip-prinsip kemanusiaan, persamaan, keadilan, sosial, keadilan ekonomi, kebajikan dan solidaritas. Jadi kesemuanya untuk kemaslahatan ummat, sehingga kehadiran Islam membawa perubahan positif bagi ummat manusia.
3. Dalam berjuang menegakkan Islam (berjihad) dengan salah satu bagiannya adalah melalui da’wah. Dak’wah inilah merupakan bagian dari tugas ummat Islam yang harus ditegakkan sampai akhir zaman. Oleh karena itu diperlukan suatu prinsip, strategi maupun taktik dan teknik (ideologi dan program) sehingga dapat berhasil membentuk suatu sistem kehidupan yang mengangkat harkat dan martabat ummat manusia. Hal ini dapat berhasil apabila diawali dari ummat Islam sendiri sudah terbentuk pandangan hidup (worldview) yang Islami.
4. Jika kita menginginkan hasil-hasil perjuangan seperti umat-umat Islam terdahulu, hendaklah dalam perjuangan ini kita dasari keimanan yang benar, kesadaran Islam yang dalam, penuh tekad dan keteguhan, serta diperlukan tokoh-tokoh yang berhati baja dengan berikrar hanya bertuhankan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Alkhairi, Putrama. “Strategi Dakwah Kuntowijoyo”, dalam Ahmad Basuni (red) Suara Muhammadiyah. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers “Suara Muhammadiyah”, 1992), vol. 22
An-Nabahan, Faruq M., al Iqtishad al- Islami (Arribath, 1986) terj. Zainuddin Muhadi H dan A. Bahauddin Noersalim. Sistem Ekonomi Islam: Pilihan setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis (Jogyakarta: UII Press Jogjakarta, 2002).
Chirzin, Muhammad, Jihad Menurut Sayyid Qutub dalam Tafsir Zhilal, Solo: PT. Intermedia, 2001.
Depag RI, al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan Pentafsir Al Qur’an, 1974.
Hussain, Muhammad bin, Ath- Thariq ila jama’ati ‘l- muslimin, (Darul Wafak, 1987) terj. Aunur Rofiq Sholeh Tamhid. Menuju Jama’atul Muslimin (Jakarta: Rabbani Press, 1999).
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1998.
Mahmudunnasir, Syed, Islam: Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994.
Muarif Ambary, Hasan, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT. Ichtiar baru Van Hoeve, 2003, vol 1 dan 2
Mulkhan, Abdul Munir, Ideologi Gerakan Dakwah: Episod Kehidupan, Yogyakarta; SIPRESS, 1996.
Naisbitt, John, dan Patricia Aburdene, Ten New Directions For the 1990’s Megatrend 2000, (Megatrend, Ltd: 1990), terj. Fx. Budiyanto, Sepuluh Langkah Baru Untuk Tahun 1990-an (Jakarta: Binarupa Aksara, 1990)
Nashih Ulwan, Abdullah, Hatta Ya’la mussyabaab (Mesir: Darusalam, 1985) terj. Jamaludin Sais. Pesan untuk Pemuda Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1991).
Qordowi, Yusuf, Ash Shakwah Al Islamiah, Bainal Ikhatilafil Masyru’ wat Tafarruqil Madzmum (Cairo: Daru sh-shahwah lin – nasyri wat – Tauzi’, 1990) terj. Aunur Rofiq Shaleh Tamhid. Gerakan Islam: Antara Perbedaan yang Dibolehkan dan Perpecahan yang Dilarang (Jakarta: Robbani Press, 1991).
Qutub, Sayyid, Milestone (t.t) terj. Husni Abar. Kekuatan La Ilaha Illallah dalam Jihad (Solo: Ramadhani, 1995).
Rahardjo, Dawam, M, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Bandung: Mizan, 1999.
Rahman, Fazlur, Islam (New York: Anchor Books, 1968) terj. Ahsin Mohammad. Islam (Bandung: Pustaka, 2003).
Rahmat, Jalaluddin, Islam Aktual, (Bandung: Mizan, 1992)
________________, Islam Alternatif, (Bandung : Mizan, 1998).
Shihab, Quraisy, Membumikan al Qur’an, Bandung: Mizan, 1993.
Syaikh Muhammad, Abdul Wahab bin, Ushul ats-Tsalatsah (Saudi Arabia: Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da’wah dan Penyuluhan Urusan Penerbitan dan Penyebaran Kerajaan Arab Saudi, 1420H) terjemahan dalam bahasa Indonesia.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
[1] Kata Islam berasal dari kata aslama, yuslimu, Islam, mempunyai beberapa arti yaitu: (1) melepaskan diri dari segala penyakit lahir dan batin, (2) kedamaian dan keamanan, dan (3) ketaatan dan kepatuhan. Lihat Hasan Muarif Ambary (et.al), Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997) Vol. 2.p.246. Islam sebagai agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Muhammad SAW yang ajaran-ajarannya terdapat dalam al-Qur’an dan sunah dalam bentuk larangan-larangan, perintah-perintah, petunjuk-petunjuk, untuk kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat kelak. Ajaran-ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, yaitu aspek akidah, ibadah, hukum, filsafat, politik dan lain-lain.
[2] Istilah perjuangan yang selanjutnya penulis samakan dengan jihad. Ahmad Warson Munawir mengartikan jihad sebagai kegiatan mencurahkan segala kemampuan. Jika lafal jihad dirangkai dengan lafal fi sabilillah, berarti berjuang, berjihad, dan berperang di jalan Allah. Jadi kata jihad artinya perjuangan. Lihat Muhammad Chirzin, Jihad Menurut Sayid Qutub dalam Tafsir Zhilal, (Solo: Era Intermedia, 2001), P. 60-61. Lihat juga catatan kaki al Qur’an dan terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Pentafsir Al Qur’an), 1974), p. 99, bahwa Jihad dapat diartikan (1) berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi orang-orang Islam, (2) memerangi hawa nafsu, (3) mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam, (4) memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.
[3] QS. Ali’Imran/ 3 : 142
[4] QS. Al = An’am/ 6 : 48
[5] Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka, 2003), p. 7.
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), p.20
[7] Ibid, Badri Yatim, Sejarah Islam, P. 25
[8] Lihan Muqadimah Al qur’an dan terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penterjemah Al Qur’an, 197) p. 73 – 74.
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Op. Cit, p. 27
[10] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Remaja Rosda Karya: 994), p. 135.
[11] Ibid., p. 22
[12] Fazlur Rahman, Islam, op. cit. p. 22
[13] Ibid. P. 24
[14] QS. Al – Ankabut / 29 : 69
[15] QS. Muhammad/ 47 : 7
[16] Sayyid Qutub. Milestone. (tt). Terj. Husni Abar. Kekuatan Laa Ilaha Illallah dalam Jihad (Solo: Ramadhani, 1995) p. 65
[17] Ibid, p. 68 - 69
[18] Hasan Muarif Ambary, et. Al, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), vol 1 p. 280 – 281. lihat Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir. Ath-Thariq ila Jam’ati’l – muslimin( Daru’l Wafak, 1987) terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid. Menuju Jama’atul Muslimin (Jakarta: Rabbani Press, 1999). P. 176 – 177, bahwa disebutkan Rasulullah menempuh dua jalan yaitu kontak pribadi (Ittishal Fardi) atau tahapan berdakwah secara rahasia dan kontak umum (Ittishal Jama’i) atau berdakwah secara terang-terangan.
[19] Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Ushul ats Tsalatsu, terj., Tiga Landasan Utama, (Kerajaan Arab Saudi: Kementrian Urusan Islam, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan Urusan Penerbitan dan Penyebaran, 1999) p. 5.
[20] Imam Al Bukhari (810 – 870M), nama lengkapnya ialah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. Ia seorang ulama ahli hadits. Untuk mengumpulkan hadits ia menempuh perjalanan yang panjang dengan mengunjungi Khurasan, Irak, Mesir, Syam dan menetap di Hedzjaz (Mekkah dan Madinah) selama enam tahun. Dalam pertemuannya dengan para ahli hadits, ia berhasil mengumpulkan 600.000 hadits dan 300.000 diantaranya dihafalna. Kitab-kitab yang disusunnya antara lain Al Jaami’ Ash- Shahih (terkenal dengan Shahih Al – Bukhari), at Tarikh as-Sagir, Kitab al – Du’afa’ dan lain-lain. (Lihat Ensiklopedi Islam 2, Jakarta : Ichtiar baru Van Hoeve, 2003. 259 – 260). Lihat juga syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Tiga Landasan Utama. P. 6
[21] QS. Muhammad/ 47 : 19
[22] Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Tiga Landasan Utama, op. cit. p. 27 - 28
[23] Ibid, p. 30
[24] Sekretaris Umum DPD IMM Sumatera Utara yang pernah menganalisa strategi dakwah Kuntowijoyo dalam masalah Suara Muhammadiyah edisi November 1992.
[25] Quraish Shihab, Membumikan Al – Qur’an (Bandung: Mizan, 1993), p. 394 – 398.
[26] Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah, (Yogyakarta: SIPRES, 1996), p. 213 – 214. Pertama kali diterbitkan oleh PP. Muhammadiyah Majlis Tabligh Yogyakarta, 1986 di bawah judul “Dialog Dakwah Nasional”.
[27] Yusuf Qordhowi, Ash Shahwah Al Islamiah Bainal Ikhtilafil Masyru’wat Tafarruqil Mudzmum, (Cairo: daru Sh-Shahwah lin masyri wat-tauzi, 1990) terj. Aunur Rafiq shaleh tamhid. Gerakan Islam: Antara Perbedaan yang dibolehkan, dan perpecahan yang dilarang (Jakarta: Robbani Press, 1991). P. 135
[28] Abdul Munir Mulkhan, Idiologisasi …, op. cit, p.12
[29] Ibid., p. 12 - 18
[30] Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi. (Bandung: Mizan, 1998), p. 283.
[31] Q.S. Al Israa’ / 17 : 27
[32] Kuntowijoyo, Paradigma Islam…, op. cit, p. 284.
[33] Faktor yang menyebabkan keuntungan sistem ini :
(1) hati nurani pada deposan muslim lebih tidak ragu dan lebih sreg, apalagi kalau sistem ini ditunjang oleh operasional yang handal, diikuti tanggungjawab pemerintah, dan jaminan untuk para deposan.
(2) Prosen lebih yang dijatah untuk para penanam saham dibagi secara adil dengan pada deposan. Sebab yang diinvestasikan dan berkembang adalah dana para deposan.
(3) Keterlibatan pemerintah dalam menjamin keberlangsungan program memberi rasa aman para calon deposan.
Lihat M. Faruq an – Nabahan, Al Iqtishad al islami, (Arribath: 1986) terj. H. Muhadi Zainudin dan A. Bahauddin Noersalim. Sistem Ekonomi Islam: Plihan setelah kegagalan sistem kapitalis dan sosialis (Yogyakarta: UII Press, 2002) p. 119 – 120.
Persoalan riba, bunga dan bank banyak bahas oleh tokoh-tokoh intelektual Muslim dan ulama. Hatta, misalnya dalam kesimpulan tulisannya ia membedakan antara kredit untuk konsumsi dan untuk produksi. Menurutnya termasuk riba jika kredit untuk konsumsi.
Menurut A. Hassan, yang diharamkan adalah riba yang berlipat ganda (adh’afan mudha’afah), sedang yang wajar tidak haram. Syafruddin Prawiranegara berpendapat bahwa yang disebut riba (dengan konotasi negatif) adalah bunga yang tinggi tarifnya misalnya BI menetapkan suku bunga 20% per tahun, padahal di negara Barat 5%, lihat M. Dawam Rahardjo, Intelektual Inteligensia dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung: Mizan, 1999), p. 275 – 277.
[34] Kuntowijoyo, Paradigma Islam …, op. cit, p. 285
[35] Abdullah nashih Ulwan. Hatta Ya’lamussyabaab (Mesir: Darusalam, 1985) terj. Jamaluddin Sais. Pesan untuk Pemuda Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1991). P. 78
[36] Jihad politik adalah mencurahkan segala daya upaya yang ada dalam rangka mewujudkan suatu sistem pemerintahan yang berkonstitusi sepenuhnya kepada konsepsi Islam secara utuh dan totalitas (Lihat Abdullah Nashir Ulwan. Hatta ya’lamusyabaab. Ibid. p. 75
[37] M. Dawam Raharja. Intelektual Inteligensia dan Perilaku politik bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim, ( Bandung: Mizan, 1999), p. 273.
[38] Ibid, p. 286
[39] Abdul Qodir Jaelani. “Kepribadian Gerakan Islam juga Kepribadian Pemimpinnya”, dalam Tajuddin A. Musa (et.al). Al Muslimun (Bangil: Yayasan Al Muslimun, 1994) vol. 296. p. 101.
[40] Muhammad Chirzin, Iihad Menurut Sayyid Qutub dalam Fatsir Zhilal, (Solo: Era Inter Media, 2001), p. 45 – 46.
[41] Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual, (Bandung : Mizan, 1992), p. 71 John Naisbitt dan Patricia Aburdene adalah peramal trend terkemuka di dunia. Setiap tahun mereka berbicara kepada ribuan pimpinan perusahaan dan pembuat opini di Amerika, Eropa, dan Asia. Salah satu buku hasil karyanya adalaah Megatrend 2000. Dalam buku tersebut diramalkan munculnya gaya hidup global, perdagangan, perjalanan, dan televisi meletakkan landasan bagi gaya hidup global. Media film dan televisi menyampaikan citra yang sama ke seluruh desa global. Dikatakan pula bahwa setiap hari ada 3 juta orang terbang dari satu tempat ke tempat lain di planet ini. (lihat John Naisbitt dan Patricia Aburdena, Ten Directions For the 1990’s Megatrend 2000) terj. FX. Budiyanto, Sepuluh Langkah Baru untuk Tahun 1990-an Megatrend 2000, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1990), p. 106 – 109.
[42] Ibid, p.71
[43] QS. An Nahl / 16 : 114
[44] Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 115.
[45] Ibid, hlm. 115 –116
[46] Ibid, hlm. 117 – 119.
[47] Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual, Op.Cit, p. 70
[48] QS. at Taubah / 9 : 24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar